Biaya pembelian sistem & teknologi informasi yang semakin kompetitif
serta menjamurnya internet dan software pendukungnya, membuat implementasi
dari Efficient Consumer Reponse (ECR) akan menjadi praktek manajemen
yang umum. Proses continuous replenishment, cross docking, supply & system
integration, dan teknologi barcoding akan membuat retailer beroperasi
lebih effisien dan intensif teknologi. Retailer yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi akan tersingkir,
dan akan digantikan oleh retailer yang beroperasi dengan dukungan
teknologi yang lebih baik sehingga menghasilkan overhead yang rendah,
volume tinggi, traffic tinggi dan harga yang kompetitif.
Trend konsumen masa depan adalah Pay Less, Expect More, Get More.
Konsumen masa depan adalah konsumen yang memiliki ekpektasi
yang lebih tinggi, meminta lebih banyak, menginginkan kualitas yang
lebih tinggi dan konsisten, lebih banyak pilihan, toko yang lebih
nyaman dan pelayanan yang lebih bernilai, namun dengan membayar
lebih murah, waktu lebih cepat, dengan usaha dan resiko lebih rendah.
Dapat diperkirakan, kompetisi selanjutnya, tidak hanya pada harga,
namun menyangkut variable lain yang berkaitan dengan value atas
pengalaman berbelanja pelanggan.
Di masa yang akan datang ketika transaksi virtual sudah menjadi
hal yang umum, maka prasyarat sukses sebuah toko yang ditentukan
oleh lokasi, lokasi dan lokasi, sudah bukan jamannya lagi. Bisa
saja sebuah non-store retailing dapat mencapai sukses walaupun
beroperasi dari sebuah kantor yang berlokasi di gang kecil di Jakarta.
Dalam millenium baru ini beberapa trend yang sudah dan akan terjadi
di Indonesia dan memberikan dampak bagi industri retail diantaranya :
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bagi pasar retail. Dengan
jumlah penduduk ke-empat terbesar di dunia setelah Cina, Amerika dan India,
tidak heran jika banyak retailer asing mengincar pasar retail di
Indonesia. Krisis moneter memberikan peluang yang sangat besar
bagi retailer asing untuk masuk ke Indonesia. Dengan nilai tukar rupiah
yang sangat lemah, mereka memiliki keleluasaan untuk melakukan ekspansi
ataupun pembelian saham retailer lokal. Sampai saat ini paling tidak
tercatat beberapa retailer asing yang gencar melakukan ekspansi atau menjalin
partnership dengan retailer lokal misalnya Group Carrefour-Promodes
mendirikan Paserba Carrefour, Royal Ahold membuka Tops
(sebelumnya Ahold bermitra dengan PSP Food Retail), Lions dengan Superindo,
Dairy Farm dengan Hero, dan IGA melakukan kerjasama teknis dengan Matahari.
Beberapa retailer asing lainnya menunggu waktu yang tepat untuk masuk,
misalnya Cassino dan Tesco. Persaingan ini juga diramaikan oleh retailer
lain yang terlebih dahulu masuk ke Indonesia, misalnya Makro, Price Club,
Toys R Us, ACE Hardware, SOGO dan Metro.
Retailer lokal pun tidak tinggal diam. Retailer lokal banyak belajar
dari masuknya retailer asing terutama Carrefour. Matahari mulai membenahi
fokus usahanya dengan meninggalkan merek gerai Galeria dan Mega M-nya.
Kini mereka lebih fokus pada pengembangan satu merek gerai yaitu Matahari.
Sementara itu retailer lokal yang lebih kecil; terus mengembangkan konsepnya
menjadi lebih memperhatikan kenyamanan, assortment, dan display; Misalnya
Alfa, Diamond, Tip Top dan Hari-Hari. Di sisi lain retailer lokal yang
telah mapan, cenderung melakukan pengembangkan format gerainya menjadi
lebih besar dan lebih lengkap. Ramayana di outlet terbarunya di Mall Cileduk
yang dibuka Oktober 2001, menyatukan format department store, supermarket,
elektronik dan general merchandise dalam satu atap. Toko-toko berikut
kelihatannya akan mengikuti kecenderungan ini.
Melihat bahwa krisis keuangan di Indonesia sampai saat ini masih terus
berlanjut, maka hal ini benar-benar merupakan pukulan bagi industri retail
di tanah air. Berdasarkan data yang ada antara tahun 1996 sampai 1999,
sektor tradisional retail menurun sebesar - 9.6%, sedangkan sektor modern
retail menurun sebesar -1.6%. Dari data yang ada dapat disimpulkan bahwa pada
masa resesi ini sektor modern retail lebih cepat melakukan recovery
dibandingkan sektor tradisonal. Secara detail angka angka tersebut adalah
sebagai berikut (dalam US Milyar):
Nilai tukar rupiah yang tetap melambung tinggi, sungguh sangat memberatkan
retailer, terutama yang memiliki hutang dalam US Dollar. Dengan demikian,
diperkirakan pada masa yang akan datang akan lebih banyak terjadi akuisisi
dan merger antar retailer tersebut. Selain itu akan semakin banyak retailer
asing dengan konsep baru masuk ke Indonesia. Sehingga makin memeriahkan
kompetisi ini.
VNU USA Retail Magazines disponsori oleh The Coca-Cola Company dalam
laporannya yang berjudul "Redefining Retail", membagi industri retail
atas 8 trade classes dan 30 format retail. Delapan Trade Class tersebut
yaitu :
Dalam sepuluh atau duapuluh tahun ke depan format retail yang ada seperti
saat ini, misalnya supermarket, department store, convenience store dan
hypermarket, akan pudar pamornya dan digantikan oleh format baru yang lebih
sulit dibedakan garis pemisahnya antara satu format dengan format lain,
antara retailer dengan food service/restaurant dan antara retailer dengan
supplier (channels blur). Akan marak supplier (manufacturer) yang membangun
jaringan retailer sendiri.
Evolusi perkembangan format retail di Indonesia dapat di bagi atas beberapa
tahapan. Dapat dikatakan format retail di Indonesia berkembang dalam siklus
10 tahunan. Namun demikian, ada kecenderungan siklus ini akan berjalan dalam
periode yang lebih singkat. SMfr@nchise mencoba untuk membagi tahapan
evolusi format retail di Indonesia (Jakarta) dan prediksi perkembangannya
sampai tahun 2020. Evolusi format retail di Indonesia yang diolah oleh
SMfr@nchise adalah sebagai berikut :
S. Muharam
SMfr@nchise, November 2001
Bagian pertama dari tulisan ini khusus membahas gelombang masuknya
retailer asing dan evolusi format retail di Indonesia.
Gelombang Masuknya Retailer Asing
Sumber : Situs Alfa Retailindo, Tbk.
Tahun
Modern retail
Tradisional retail
1996
11
44
1997
12
50
1998
9
32
1999
10
30
Evolusi ke Format Retail Baru
Antisipasi yang perlu dilakukan oleh retailer adalah menangkap peluang yang
ada dengan mempersiapkan disain konsep, infrastruktur dan sumberdaya bagi
implementasi format baru yang akan populer di masa akan datang. Misalnya
retailer perlu mengevaluasi prasarana teknologi informasi dan POS system
yang dimiliki saat ini. Apakah teknologi yang dimilikinya dapat mengadopsi
requirment dari format retail baru, terutama yang berbasis e-retailing.
Selain itu bukan hal yang tabu juga jika retailer melahirkan gerai dengan
konsep dan format baru, misalnya yang dilakukan oleh Carrefour-Promodes
saat menahan gempuran ALDI Hard Discounter, dengan membuka gerai
DIA Hard Discounter, atau Wal Mart dengan Sam Club-nya. Saat ini pun
strategi serupa dilakukan oleh Hero dengan rencananya membuka Hypermarket
GIANT. Sementara itu Matahari dan Ramayana mulai mengembangkan Dual Concept
antara Format Department Store dengan Format Supermarket menjadi satu
Format Super Store (Super Center). Dapat dikatakan, lima-sepuluh tahun ke
depan, format yang populer di Indonesia adalah SIZE DOES MATTER!
Semakin besar, semakin nyaman, semakin lengkap dan st ..st semakin murah!
SMfr@nchise : Store, Merchandise and Franchise Solutions (c) 2001
Thank you for visiting us at http://www.smfranchise.com